November menjadi bulan yang bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada tanggal sepuluh di bulan yang sama, negara memperingatinya sebagai hari pahlawan. Kita semua tahu bahwa Indonesia merdeka bukan hasil pemberian secara ‘cuma- cuma’ dari penjajah, akan tetapi melalui perjalanan yang begitu panjang, bahkan sampai hitungan abad. Indonesia pada akhirnya memiliki daulat secara penuh sebagai sebuah bangsa dan negara yang diakui oleh dunia.
Ir. Soekarno sebagai salah seorang founding fathers bagi bangsa Indonesia, bersama Mohammad Hatta berhasil memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Dalam pidato-pidatonya yang terkenal, Soekarno berusaha menggerakkan jiwa-jiwa pemuda untuk terus berjuang mempertahankan negara Indonesia ini dari serangan penjajah. Salah satu isi pidatonya yang terkenal adalah “Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia”.
Sebegitu hebatnyakah pemuda? Lalu pemuda seperti apakah yang dimaksud oleh Soekarno? Ya, pemuda memang selalu menjadi pelaku dalam peristiwa-peristiwa bersejarah. Kita mengenal ada Soempah Pemoeda sebagai tonggak bersatunya para pemuda dari seluruh etnis dan ras nusantara ke dalam satu tumpah darah, bangsa dan bahasa Indonesia. Pemicu dari pelaksanaan proklamasi kemerdekaan juga merupakan desakan pemuda saat itu, dengan cara menculik Soekarno agar dapat disegerakannya penulisan teks proklamasi. Dan masih banyak lagi sejarah yang digoreskan oleh para pemuda pendahulu kita untuk negeri ini.
Namun, jika kita melihat fenomena sosial saat ini, banyak bermunculan istilah-istilah yang mendiskreditkan peran/kiprah pemuda di negeri ini. Istilah cabe-cabean, generasi pengabdi micin, serta kids jaman now bisa jadi merupakan kritik terhadap tingkah laku pemuda yang masa bodoh. Mereka bertindak tanpa berpikir panjang, seakan-akan jiwa kepedulian baik terhadap diri sendiri maupun orang lain sama sekali tidak ada. Jika dari hal kecil saja tidak dimiliki, bagaimana kondisi jiwa dan semangat kepahlawanan di masa mendatang seperti apa yang diharapkan oleh Soekarno? Padahal tiga puluh tahun ke depan nasib bangsa Indonesia adalah milik para pemuda saat ini. Lantas bagaimana dengan nasib kita?
Semua ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama dalam rangka mengembalikan peran pemuda sebagai agent of change (agen perubahan) yang akan membawa Indonesia ke arah yang lebih baik. Pemuda tidak selayaknya menjadi generasi pengabdi micin. Melalui pemuda yang berjiwa pahlawan serta pendidik yang progresif-lah, virus kebaikan akan ditularkan. Para pemuda menjadi tersadar dari mimpi yang menina-bobokan mereka ke alam fantasi yang sebenarnya tidak nyata. Mereka harus menghadapi tantangan yang ada di depan mata. Semangat dan terus berjuanglah, wahai pemudi-pemuda!
Dengan semangat kepahlawan, siswa/i dan juga dewan guru serta staff SMP Lazuardi Al Falah memperingati Hari Pahlawan secara virtual. Kegiatan dibuka oleh MC yaitu Clevy dan Chise dari OSIS. Dilanjutkan dengan penjelasan tentang makna peringatan Hari Pahlawan oleh Teacher Dwi. Ananda diajak menonton film singkat tentang sejarah kemerdekaan. Lalu acara dilanjutkan dengan mengheningkan cipta untuk mengenang jasa-jasa pahlawan kita. Kegiatan ditutup dengan pembacaan doa yang dibacakan oleh Radhi. Pahlawanku, Inspirasiku!
Penulis
Anis Herni Setyanti, S.Pd.